Minggu, 22 November 2015

Kerajinan Rotan Cirebon Kreasi Anak Bangsa yang Nyaris Punah

Sebagai salah satu kota di Provinsi Jawa Barat, Indonesia, Cirebon terletak di lokasi yang strategis dan merupakan simpul pergerakan transportasi orang dan barang, dari Jawa Barat ke Jawa Tengah atau sebaliknya. Nama Cirebon berasal dari kata Caruban (dalam bahasa Sunda) yang berarti campuran karena merupakan campuran dari beberapa budaya seperti Sunda, Jawa, Tionghoa dan Arab.
Sebagian berpendapat bahwa kata Cirebon merupakan gabungan dari kata Ci yang berarti air atau sungai dan Rebon yang berarti udang (dalam bahasa Sunda) karena kota ini merupakan salah satu penghasil udang terbesar di Indonesia.
Karena begitu banyak pesona yang ditawarkan Cirebon, mulai dari wisata sejara kejayaan Islam, kisah para wali, komplek Makam Sunan Gunung Jati, Masjid Agung Sang Cipta Rasa, Masjid At Taqwa, Kelenteng kuno hingga bangunan-bangunan bersejarah lainnya, kota ini menjadi salah satu tujuan wisata favorit di Jawa Barat..
Selain itu, para wisatawan juga dapat menikmati keindahan arsitektur keraton yang berada di dalam kota seperti Keraton Kasepuhan dan Keraton Kanoman. Bangunan kedua keraton ini merupakan gabungan dari elemen kebudayaan Islam, Cina dan Belanda. Untuk wisata alam, wisatawan dapat mengunjungi Taman Air Sunyaragi yang memiliki teknologi pengairan air yang canggih pada masanya dan Taman Ade Irma Suryani.
Karena banyaknya wisatawan yang datang mengunjungi Cirebon, perindustrian dan perdagangan di kota ini mulai berkembang pesat. Salah satunya adalah batik. Kerajinan Batik khas Cirebon dikenal menarik baik oleh di dalam maupun luar negeri seperti Jepang, Amerika, Malaysia, Thailand dan Belanda.
Motif dan corak batik Cirebon berbeda dari batik yang berasal dari daerah. Batik Cirebon dipengaruhi oleh karakter penduduk masyarakat pesisiran yang pada umumnya memiliki jiwa terbuka dan mudah menerima pengaruh asing. Desain batik tersebut antara lain, Kapal Kompeni, Penari Cina, Pekalis, Semarangan, Burung Gelatik dan lain-lain.
Sejak 1930
Selain memiliki sejumlah obyek wisata yang menarik dan kerajinan batik, Cirebon juga dikenal dengan kerajinan rotan. Kerajinan rotan di Cirebon tersebar di enam kecamatan, yaitu kecamatan Weru terutama di desa Tegalwangi, Kecamatan Plered di desa Tegalsari, Kecamatan Plumbon, Kecamatan Depok, Kecamatan Sumber dan Kecamatan Palimanan.
Rencananya pemerintah setempat akan memperluas areal kerajinan rotan dengan menyiapkan 2.000 hektar ke arah timur. Selain bermanfaat untuk melebarkan sayap industri kerajinan rotan, persiapan kerajinan rotan di daerah tersebut adalah salah satu bentuk upaya meratakan pertumbuhan ekonomi di Cirebon.
Kerajinan rotan di Cirebon mulai dirintis sejak tahun 1930. Di awal tahun 1980, kerajinan rotan menjadi komoditi ekspor dengan produk andalan seperti meja dan kursi rotan, tas, tempat lampu, dan aksesoris-aksesoris lainnya. Hampir 80% dari produk tersebut diekspor ke luar negeri. Beberapa negara yang menjadi tujuan ekspor kerajinan rotan Cirebon adalah Belanda, Jerman, Belgia, Amerika Serikat dan beberapa negara di Eropa Timur. Belakangan Rusia dan negara di Asia dan Afrika mulai melirik kerajinan rotan khas Cirebon.
Selain produk yang disebut di atas, berikut ini produk kerajinan rotan khas Cirebon yang banyak diminati oleh wisatawan dalam maupun luar negeri:
  • Lampu hias
  • Dekorasi pelaminan pengantin
  • Alas tempat tidur
  • Matras
  • Anyaman rotan
  • Hiasan dinding/ rumah
Pada masa kejayaannya, kerajinan rotan Cirebon menjadi salah satu industri rumahan yang paling menjanjikan di Indonesia. Hal ini dapat dibuktikan dengan masuknya pangsa pasar kerajinan rotan di dunia. Dan menurut data Asosiasi Permebelan dan Kerajinan Indonesia (Asmindo) pada tahun 2007 silam, ekspor kerajinan rotan di Cirebon mencapai 47,7 ton atau senilai USD 132,66 juta.
Merosot
Saat ini, kerajinan rotan sudah mengalami kemerosotan. Kemunduran ini disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu kurangnya pasokan bahan baku rotan. Masalah ini terjadi karena terjadinya penurunan jumlah perusahaan pengolahan rotan. Menurut Data Asmindo, sebanyak 250 ribu petani rotan di Sulawesi Tengah mengganti profesinya menjadi seorang penambang emas atau petani cokelat karena harga rotan yang tidak menjanjikan.
Faktor lainnya adalah nilai impor bahan baku yang cukup mahal. Dengan berkurangnya pasokan bahan baku dari dalam negeri, pengusaha kerajinan rotan di Cirebon mencari cara untuk mendapatkan bahan baku dari tempat lain, misalnya dengan mengimpor bahan tersebut dari negara lain. Biaya impor yang cukup mahal membuat mereka mulai mundur untuk meneruskan produksi rotan.
Kenaikan BBM beberapa waktu belakangan ini juga menambah beban bagi para pengusaha kerajinan rotan di Cirebon. Mereka berasumsi bahwa distribusi bahan baku dan pengiriman produk kerajinan rotan mereka menjadi terhambat karena kondisi tersebut. Mau tidak mau, para pengusaha kerajinan rotan di Cirebon harus mengutak-atik biaya ekonomi dari produksi yang mereka jalani.
Saat ini, lebih dari 400.000 orang penduduk setempat yang menggantungkan hidup dari industri kerajinan rotan di Cirebon. Kebijakan yang salah akan berdampak besar terhadap kelangsungan hidup mereka. Oleh karena itu, penting sekali menghidupkan kejayaan kerajinan rotan khas di Cirebon agar dapat menyelamatkan warisan budaya bangsa dan hidup para pekerja industri tersebut. (Putri Cahya Ningtyas)

Tidak ada komentar: